PRINSIP KERJASAMA (MAKSIM) DALAM
SUATU PERCAKAPAN
Makalah disusun untuk memenuhi
tugas UTS Mata Kuliah Pragmatik
Dosen Pengampu: Aris Hidayat, S.pd
Disusun oleh:
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2011
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sebuah percakapan terdiri
atas mitra tutur dan apa yang akan dibicarakan. Percakapan merupakan salah satu
dari bentuk wacana karena didalam sebuah percakapan terdapat suatu unsure dalam
wacana yaitu pendapat, ide dan gagasan. Menurut mulyana (2005:1) Wacana
merupakan unsur kebahasaan yang relative paling kompleks dan paling lengkap dan
akan bersifat pragmatis.Untuk melakukan percakapan secara kooperatif, didalam
teori implikaturnya, Grice (1975:43:47) dalam Rustono(1999:53) mengemukakan dua
subteori, yang pertama mengenai makna komunikasi dan yang kedua menyangkut
penggunaan bahasa. Prinsip kerjasama merupakan pokok subteori tentang
penggunaan bahasa. Penggunaaan bahasa inilah dimaksudkan sebagai upaya
membimbing para peserta percakapan agar dapat melakukan percakapan secara
kooperatif. Sehingga didalam praktisnya prinsip kerjasama sangat diperlukan
dalam sebuah percakapan. Prinsip kerjasama itu antara lain sebagfai berikut
maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi dan maksim pelaksanaan.
B. Rumusan
Masalah
Dari
uraian-uraian diatas maka dapat dirumuskan rumusan masalah yaitu sebagai
berikut
1.
Bagaimana bentuk
dari maksaim kualitas itu?
2.
Bagaimana bentuk
dari maksaim kuantitas itu?
3.
Bagaimana bentuk
dari maksaim relevansi itu?
4. Bagaimana bentuk dari maksaim pelaksanaan?
BAB II
PEMBAHASAN
Grice (1975)dalam Cummings
(2007:14) kerjasama merupakan prinsip yang mengatur rasionalitas pada umumnya
dan rasionalitas percakapan pada khususnya. Kerjasama membentuk struktur
kontribusi-kontribusi kita sendiri terhadap percakapan dan bagaimana kita mulai
meninterpretasikan kontribusi-kontribusi orang lain. Didalam prinsip kerjasama
Grice (1975:45)dalam Rustono(1999:54) menjabarkan kerjasama kedalam empat
maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim
cara/ pelaksanaan. Pada intinya keempat maksim inimenetapkan apa yang harus
dilakukan oleh para partisipan agar dapat bercakap-cakap dengan cara yang lebih
efisien, rasional dan penuh kerjasama.
A.
Maksim Kualitas
Berisi
tentang nasihat untuk memberikan kontribusi yang benar bukti-bukti tertentu,
atau menuntut peserta tutur berkata benar. Levinson (1983)dalam Cumming
(2007:15) mengatakan dalam maksim kualitas usahakan memberikan kontribusi yang
benar khususnya tidak mengatakan sesuatu yang tidak memiliki bukti. Sehingga
penutur hendaknya mendasarkan tuturannya pada bukti yang memadai.
Berikut ini
adalah sebuah contoh maksim kualitas yang diambil dari wacana dialok.
Dodi : (Rumangsa salah weruh Bapake ora kaya adat saben,
ora tau gujengan)’’Aku kudu matur Bapak. Aku kudu blaka karo Bapak. Aku siap
nampa akibate’’.
Pak Darno : (Lenggah ing kursi goyang. Pasuryane
katon sedhih. Pirsa Dodi nyedhaiki banjur mundhut pirsa)’’Ana apa, Dod?’’.
Dodi :(Mlaku alon-alon, nyedaki bapake)’Anu Pak, kula
badhe matur’’.
Pak Darno : Arep matur apa, kok sajak wigati?’’.
Dodi :’’Badhe matur, menawi ingkang mecahaken gelasipun
Bapak, sajatosipun kula.
Jawaban yang dikemukakan
oleh Doni diatas secara kualitas benar. Karena memang Doni yang memecahkan
gelas Bapaknya yaitu gelas Pak Darno. Sehingga jawaban itu benar.
B. Maksim
Kuantitas
Maksim
kuantitas berisi pembicaraan menyangkut jumlah kontribusi terhadap koherensi
percakapan. Maksim ini mengarahkan kontribusi yang cukup memadai dari seorang
penutur didalam suatu percakapan. Levinson (1983) dalam Cumming (2007:15)
mengatakan bahwa dalam maksim kuantitas : berikan kontribusi anda sebagai
kontribusi yang dapat memberikan informasi sebagaimana yang diperlukan untuk
tujuan pertukaran percakapan yang ada. Jawaban yang diminta oleh seorang
penutur itu secukupnya saja sesuai dengan apa yang diminta.
Berikut
contoh maksim kuantitas yang diambil dari dialok
Bu Darno :’’Wah , Bapak mesti duka ki, wong gelas
klangenane je!tolong Mbok, resikana pecahan gelas iki. Ati-ati yen ngenangi
sikil.
Mbok Tumi :’’Nggih Bu.( Mbok Tumi banjur njupuk sapu
duk lan engkrak plastic)
Bu Darno : Lha…,Dodi menyang ngendi, Mbok?
MbokTumi : ( Tetep nyapu gelas pecah)’’Tilem
menawi’’
Pak Darno : ( Bubar siram banjur leyeh-leyeh neng
kursi teras serambi maca Koran. Wedang wis cumepak ing dhuwur meja) Bu, gelasku
kok kaya ngene. Gelasku endi?’.
Bu Darno :Anu Pak, pecah’’.
Jawaban yang dikemukakan
oleh penutur kedua Mbok Tumi tepat/ kooperatif. Hal ini karena penanya hanya
membutuhkan jawaban singkat dari komunikasi tidak membutuhkan jawaban yang
lainnya.
C. Maksim
Relevansi
Maksim
Relevansi menyarankan penutur untuk mengatakan hal-hal yang relevan dan sesuai
dengan topic pembicaraan. Kontribusi penutur yang relevan dengan masalah yang
dibicarakan merupakan keharusan bagi penutur dalam mengikuti maksim relevansi
ini.
Berikut
contoh maksim Relevansi yang diambil dari dialok
Panggung : Pawon utawa dhapur. Sepi, sing ana
mung Dodi. Dodi arep njupuk serbet, ora sengaja nyenggol gelas, pecah. Swarane
banter banget
Dodi : (Plonga-plongo. Raine pucet. Kringete dleweran ing pipine.
Nyekeli sirahe banjur diusek-usek).’’Wah cilaka ki! Piye anggonku matur Bapak
mengko. Ah, tinimbang mumet, becike aku turu bae’’. Mbuh, mangsa bodhowo
mengko’’( Dodi nggremeng karo mlaku mlebu kamare, langsung nggletak turu).
Bu Darno: (Kondur saka
pasar, kaget pirsa ana gelas pecah pating slebar ing pawon) Mbok, sapa sing
mecahake gelase Bapak?.
Mbok Tumi: ( Sing lagi mulih
saka pasar warung. Matur karo Ghedeg). Duka Bu. Kula wau kesah dhateng warung
tumbas gendhis. Wau dereng pecah kok Bu.
D. Maksim Cara
Maksim Cara
sebagai bagian dari prinsip kerjasama menyarankan penutur untuk mengatakan
sesuatu dengan jelas. Agar mudah dipahami, dalam maksim ini hendaknya
menghindari ketidak jelasan, jangan berbelit-belit dan bersikaplah teratur
Berikut
contoh maksim Cara yang diambil dari dialok
Dodi :’’ Badhe matur, menawi ingkang mecahaken gelasipun
Bapak sejatosipun kula. Menawi Bapak badhe ndukani kula mboten badhe mbantah.
Menawi badhe dipun ukum, kula inggih purun nampi. Kula salah lan dosa kalian
Bapak’’.
Pak Darno : ( Mung mesem. Dodi dirangkul)’’Dhuh,
ngger cah bagus, iki sing Bapak tunggu-tunggu. Sejatine Bapak wis pirsa yen
mecahke gelas iku kowe’’.
Dodi : Lho, kok Bapak pirsa menawi kula ingkang mecahhake,
sinten ingkang nyanjangi Bapak?’’.
Pak Darno :’’ Sing ngandhani ya awakmu dhewe. Awit
kowe nglindur saben bengi. Aku sing mecahake. Aku sing mecahake. Ngerti?’’.
Percakapan
diatas diucapkan oleh penutur dengan jelas. Dalam percakapan diatas tidak ada
perkataan yang berbelit-belit, kabur, tidak berlebih-lebihan dan rumit untuk dipahami.
Jadi termasuk maksim cara
BAB III
PENUTUP
Dari uraian-uraian diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Maksim Kualitas adalah maksim yang menuntut seorang
penutur untuk berkata benar. Perkataan yang diucapkan penutur merupakan sesuatu
yang sudah pasti.
2. Maksim Kuantitas merupakan maksim yang menuntut
penutur untuk mengatakan sesuatu dengan apa adanya tidak berbelit-belit
secukupnya.
3. Maksim Relevansi merupakan maksim yang menyatakan
penutur untuk mengatakan hal-hal yang relevan atau sesuai dengan pembicaraan.
4. Maksim Cara adalah maksim yang menyarankan penutur
untuk mengatakan sesuatu dengan jelas agar mudah dipahami.
DAFTAR
PUSTAKA
Cummimgs,
Louise.2007. Pragmatik Sebuah Perspektif
Multidisipliner. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mulyana.2005.Kajian wacana teori, Metode dan Aplikasi
Prinsip-prinsip Analisis Wacana.Yogyakarta:Tiara Wacana
No comments:
Post a Comment